Profil Perguruan Pencak Silat | SANALIKA
Perguruan pencak silat |Sanalika| sebuah profil lengkap
Di bawah ini adalah profil perguruan pencak silat Sanalika yang menurut saya cukup lengkap karena berisi sejarah, silsilah keilmuan, para tokoh, kurikulum, informasi tempat latihan, dan kontak person.
sumber : Kang Dinka Soemadipradja
PERGURUAN PENCAK SILAT SANALIKA
Perguruan ini merupakan salah satu dari sekian banyak Perguruan Pencak Silat yang didirikan pada jaman sebelum kemerdekaan seperti Panglipur (1909), Timbangan (1927), Pusaka Siliwangi (1930), Nampon (1932) dll.
Pada awalnya perguruan ini didirikan berdasarkan ajaran dari tiga guru pendiri, masing-masing dari guru penganut aliran Sabandar (Jurus Tujuh), Cimande dan Kari. Kemudian ditambah aliranCikalong dan jurus aliran-aliran lainnya. Inti jurus-jurus tersebut kemudian digabung ke dalam Jurus Tujuh sebagai jurus dasar, sehingga Jurus Tujuh merupakan jurus pokok yang harus dikuasai oleh setiap praktisi Penca Sanalika.
Perkembangannya dilakukan oleh para guru dengan mengajar secara tradisional/individual, melalui pola dasar Jurus Tujuh atau Jurus Lima. Berbeda dengan perguruan lain, dimana sentral pendiri bertempat di satu tempat atau di sekitar tempat perguruan didirikan, Sanalika menyebar tanpa koordinasi dengan tokoh pendirinya, karena Bapak Utuk sebagai pendiri selalu mobile dengan tugas jabatannya. Akibatnya para penerus, baik individu maupun perguruan (saat ini umumnya berada di generasi ke III), banyak yang merasa kehilangan mata rantai atau benang merah dengan pendiri dan para pendahulunya, Mereka antara lain Perguruan Pencak Silat Sanalika yang diprakarsai oleh Bapak Kartono, Bapak Umar, salah seorang penerus Bapak Ateng Karta di Jalan Baladewa Bandung,GB Sanalika yang diprakarsai oleh Bapak H. Wanta dan Bapak H. Widjaya Sulaeman di Melong Asih Bandung, Sanalika Tri Tunggal Bandung penerus Bapak Iko Pangalengan, Sanalika Cinde Wulung Sukabumi penerus Bapak Achmad Dimyati, Sanalika Pusaka Kalidasa Cipatat Bandung penerus Bapak Kandi, Sanalika Kilat Buana Soreang Bandung dan banyak lagi. Sebagian dari mereka bernaung dibeberapa organisasi resmi seperti PPSI dan IPSI, bergabung dengan beberapa organisasi independen lainnya atau berdiri sendiri.
Sejak didirikan tahun 1926, Perguruan Pencak Silat Sanalika telah melangkah dan berkembang melalui kerja keras para penerusnya dari generasi ke generasi.
Kini keberadaannya bagai gunung es, sedikit muncul kepermukaan namun mengakar di masyarakat dan menyebar ke berbagai daerah di Iindonesia bahkan sampai ke luar negeri, mengingat para penerus masih berpegang teguh kepada prinip beladiri dan baru akhir-akhir ini mulai mengikuti beberapa event prestasi.
Mereka selalu konsisten dan dengan rasa memiliki yang tinggi, mengemban amanat pendiri dan para pendahulu yang pada intinya agar selalu memupuk silaturahmi diantara sesama komunitas pencaksilat dan sesama umat pada umumnya. Menumbuhkembangkan seni budaya Pencak Silat untuk kemudian diwariskan kepada generasi mendatang.Materi Pelajaran Pokok
Materi pelajaran Beladiri Pencak Silat Sanalika secara umum terdiri dari 3 tahap yaitu tingkat Olah Raga, tingkat Olah Rasa dan tingkat Olah Jiwa. Hal tersebut dipilah berdasarkan tingkatan nalar setiap individu untuk mencapai wujud keseimbangan hidup mental dan spiritual.
Secara berangsur, komunitas Sanalika yang semula terpencar, kini sebagian besar telah terhimpun kembali. Perguruan Pencak Silat Sanalika saat ini mencoba untuk melakukan koordinasi dan inovasi. Secara proaktif dan secara bertahap berusaha meningkatkan sistem manajemen, baik organisasi maupun teknis sesuai dengan perkembangan jaman. Menciptakan kemasan dan metoda yang memiliki nilai jual dengan tetap merujuk kepada jurus-jurus dasar, tanpa meninggalkan pola aslinya dengan harapan agar seni Pencak Silat mampu bersaing dengan seni beladiri lainnya yang telah lebih dulu merebut hati penggemarnya diseluruh dunia. Mencetak kader-kader bangsa melalui seni dan olah raga Pencak Silat.
Visi : “Membentuk manusia yang berkualitas baik physik, mental maupun spiritual”.
Misi : “Mencetak manusia Pencak Silat yang memiliki kekuatan phisik, nalar dan mental”
Motto : “Wani teu kumawani, Pinter teu guminter, Panceg dina jatidiri”.
Pada akhirnya para praktisi Sanalika diharapkan menjadi Satria Pinandita, yaitu para ksatrya pemberani dengan tingkat wawasan dan keimanan yang tinggi, Insya Allah!
Informasi lebih lanjut tentang Perguruan Pencak Silat Sanalika, dapat menghubungi secara langsung maupun melalui telepon kepada :
Tahun 1920, ketika beliau sekolah di OSVIA Bandung, beliau berguru kepada Bapak Sukanta, pakarAliran Cimande di Nyengseret,. Tahun 1925 beliau berguru kepada Rd. Haji Tarmidi (Na’ib Cikalong Cianjur), khusus Aliran Kari. Berbekal ilmu dari ketiga guru tersebut, tahun 1926 beliau mendirikan Perguruan Pencak Silat Sanalika. ketika beliau menjabat camat Bojong Salam Banyuresmi Garut.
Seiring dengan jabatannya sebagai seorang pamongpraja yang sering berpindah dinas, beliau mengembangkan Sanalika mulai dari daerah Garut, Ciamis, Bandung, Sukabumi sampai ke daerah Banten, khususnya ketika menjabat sebagai Wedana di Malingping, Banten Selatan.
Karir terakhir beliau tercatat sebagai Wedana Cicurug Sukabumi sekitar tahun 1940-an. Setelah pensiun, beliau menetap di Sukabumi sampai akhir hayatnya pada tahun 1957, dalam usia 60 tahun dan dimakamkan di kota ini.
Semasa hidupnya beliau sering menjalin silaturahmi dengan para tokoh pencak silat lainnya saat itu seperti Bapak Rd. Ema Bratakusumah (Bandung), Bapak H. Hasbullah (Cimande), Mama Nampon dan para pakar pencak silat lainnya.
Dari sekian banyak murid-murid generasi pertama Beliau di Garut 1926, tercatat diantaranya Bapak Ateng Karta (Bojong Salam), Bapak Iko (Pangalengan), Bapak Djaja (Cikananga). Bapak Kandi (Cipatat 1933), Bapak Ajun (Cikande 1935) dan Bapak Achmad Dimyati (Sukabumi 1940).
Setelah Bapak Utuk wafat, putra tertuanya, Bapak M. Popo Sumadipradja, meneruskan Perguruan Pencak Silat Sanalika. Beliau lahir tanggal 12 Januari 1919 di daerah Kopo Soreang, Bandung dengan nama Mohammad Sobari. Ibunya bernama Nyi Rd. Iyar Wiarsih salah seorang puteri Kanduruan Rd. Hardjadisastra Cianjur.
Beliau mulai belajar Pencak Silat langsung dari ayahnya tahun 1930 pada usia 11 tahun. Setelah selesai sekolah tahun 1936, beliau mendampingi ayahnya menyebarkan ajaran silat Sanalika di Jawa Barat sampai ke daerah Malingping Banten Selatan.
Ketika ayahnya menjabat Wedana Cicurug Sukabumi, beliau menambah ilmunya dengan berguru kepada para pakar Pencak Silat Cianjur antara lain kepada Bapak H. Obing Ibrahim, Rd. Muhidin murid Rd. Brata (putera Rd H. Ibrahim, pendiri aliran Cikalong), Rd. Idrus dan Rd. Didi, khususnya dalam penguasaan jurus-jurus jalan tengah Cikalong.
Tahun 1955, Bapak M. Popo turut dalam team pengamanan Konfrensi Asia Afrika dan kemudian menjadi salah seorang pendiri P3S Gagak Lumayung.
Dari sekian banyak muridnya, tercatat antara lain Bapak Yayat R. Suryaatmaja (Bandung), Bapak Tarmedi (Bandung), Bapak Tjasmedi (Bandung), Bapak Aleh (Bandung) dan banyak lagi.
Semasa hidupnya beliau sering menjalin silaturahmi dengan para tokoh pencak silat lainnya saat itu seperti Bapak Rd. Ema Bratakusumah, Bapak Zainal Abidin (Ketua P3S Gagak Lumayung yang pertama) dan dengan para tokoh dan sesepuh pencak silat Cianjur.
Beliau wafat bulan Januari 2003 dalam usia 84 tahun, dimakamkan di Sukaraja Sukabumi. Sebelum wafat, beliau beramanat kepada para putera dan para murid utamanya untuk meneruskan dan mengembangkan Perguruan Pencak Silat Sanalika.
Di bawah ini adalah profil perguruan pencak silat Sanalika yang menurut saya cukup lengkap karena berisi sejarah, silsilah keilmuan, para tokoh, kurikulum, informasi tempat latihan, dan kontak person.
sumber : Kang Dinka Soemadipradja
PERGURUAN PENCAK SILAT SANALIKA
Perguruan Pencak Silat Sanalika atau lebih spesifik disebut Paguron Penca Sanalika, didirikan di Garut pada tahun 1926 oleh Bapak M. Utuk Sumadipradja, ketika beliau menjabat sebagai CamatBojong Salam, Garut.
Perguruan ini merupakan salah satu dari sekian banyak Perguruan Pencak Silat yang didirikan pada jaman sebelum kemerdekaan seperti Panglipur (1909), Timbangan (1927), Pusaka Siliwangi (1930), Nampon (1932) dll.
Pada awalnya perguruan ini didirikan berdasarkan ajaran dari tiga guru pendiri, masing-masing dari guru penganut aliran Sabandar (Jurus Tujuh), Cimande dan Kari. Kemudian ditambah aliranCikalong dan jurus aliran-aliran lainnya. Inti jurus-jurus tersebut kemudian digabung ke dalam Jurus Tujuh sebagai jurus dasar, sehingga Jurus Tujuh merupakan jurus pokok yang harus dikuasai oleh setiap praktisi Penca Sanalika.
Dari sekian banyak murid-murid Bapak Utuk pada generasi pertama yang turut menyebarkan ajaranpencak silat Sanalika, tercatat diantaranya
- Bapak Karta Ateng atau Ateng Karta (Bojong Salam
Garut 1926), menyebarkan Sanalika di daerah Garut
dan Bandung. - Bapak Djaya, Cikananga (Bojong Salam, Garut 1926),
- Bapak Iko, (Bojong Salam, Garut 1926),
menyebarkan Sanalika di daerah Pangalengan, - Bapak Dadi dan Bapak Eo (Pameungpeuk, Garut
1930), - Bapak Gunawidjaya (Kadungora, Garut 1932)
- Bapak Mae (Leles, Garut 1932)
- Bapak Kandi (Cipatat 1933), menyebarkan Sanalika
didaerah Kabupaten Bandung dan Purwakarta - Bapak Ajun (Cikande, Banten 1935)
- Bapak Achmad Dimyati (Sukabumi 1940),
mengembangkan Sanalika di daerah Sukabumi dan
Cianjur, berpusat di Sukaraja, Sukabumi.
Setelah para perintis tiada, ajaran Pencak Silat Sanalika menyebar melalui para generasi penerus ke berbagai daerah secara sporadis, exclusive dan selektif.
Perkembangannya dilakukan oleh para guru dengan mengajar secara tradisional/individual, melalui pola dasar Jurus Tujuh atau Jurus Lima. Berbeda dengan perguruan lain, dimana sentral pendiri bertempat di satu tempat atau di sekitar tempat perguruan didirikan, Sanalika menyebar tanpa koordinasi dengan tokoh pendirinya, karena Bapak Utuk sebagai pendiri selalu mobile dengan tugas jabatannya. Akibatnya para penerus, baik individu maupun perguruan (saat ini umumnya berada di generasi ke III), banyak yang merasa kehilangan mata rantai atau benang merah dengan pendiri dan para pendahulunya, Mereka antara lain Perguruan Pencak Silat Sanalika yang diprakarsai oleh Bapak Kartono, Bapak Umar, salah seorang penerus Bapak Ateng Karta di Jalan Baladewa Bandung,GB Sanalika yang diprakarsai oleh Bapak H. Wanta dan Bapak H. Widjaya Sulaeman di Melong Asih Bandung, Sanalika Tri Tunggal Bandung penerus Bapak Iko Pangalengan, Sanalika Cinde Wulung Sukabumi penerus Bapak Achmad Dimyati, Sanalika Pusaka Kalidasa Cipatat Bandung penerus Bapak Kandi, Sanalika Kilat Buana Soreang Bandung dan banyak lagi. Sebagian dari mereka bernaung dibeberapa organisasi resmi seperti PPSI dan IPSI, bergabung dengan beberapa organisasi independen lainnya atau berdiri sendiri.
Sejak didirikan tahun 1926, Perguruan Pencak Silat Sanalika telah melangkah dan berkembang melalui kerja keras para penerusnya dari generasi ke generasi.
Kini keberadaannya bagai gunung es, sedikit muncul kepermukaan namun mengakar di masyarakat dan menyebar ke berbagai daerah di Iindonesia bahkan sampai ke luar negeri, mengingat para penerus masih berpegang teguh kepada prinip beladiri dan baru akhir-akhir ini mulai mengikuti beberapa event prestasi.
Mereka selalu konsisten dan dengan rasa memiliki yang tinggi, mengemban amanat pendiri dan para pendahulu yang pada intinya agar selalu memupuk silaturahmi diantara sesama komunitas pencaksilat dan sesama umat pada umumnya. Menumbuhkembangkan seni budaya Pencak Silat untuk kemudian diwariskan kepada generasi mendatang.Materi Pelajaran Pokok
Materi pelajaran Beladiri Pencak Silat Sanalika secara umum terdiri dari 3 tahap yaitu tingkat Olah Raga, tingkat Olah Rasa dan tingkat Olah Jiwa. Hal tersebut dipilah berdasarkan tingkatan nalar setiap individu untuk mencapai wujud keseimbangan hidup mental dan spiritual.
- Pada tingkat Olah Raga seperti pada umumnya,
gerakan pencak silat Sanalika sangat mengandalkan
kekuatan phisik murni dengan pola dasar Jurus Tujuh
atau Jurus Lima. Mengutamakan kekuatan dan
kecepatan gerakan (power speed), harmonisasi
gerakan anggota phisik dan tidak memberikan
kesempatan kepada lawan. Sesuai dengan sifat
gerakannya, maka pada tingkat ini Sanalika bisa
diartikan “seketika”. - Pada tingkat Olah Rasa, Sanalika mengajarkan
kehalusan rasa. Dari harmonisasi gerakan anggota
phisik yang terlatih secara kontinyu, rasa didalam
raga diaktifkan secara bertahap sampai mencapai
suatu tingkat maksimal. Gerakan-gerakan jurus lebih
mengarah kepada permainan seni usik dimana dalam
melakukan usik-usikan (kontak phisik), para praktisi
lebih cenderung menggunakan unsur rasa tanpa
menimbulkan cedera fatal pada lawan bermain. Di sisi
lain, meningkatkan empati, mendalami etika dan
kehalusan akal budi dalam bersosialisasi didalam
masyarakat, sehingga berkembang menjadi tali
silaturahmi yang dalam. - Pada tingkat Olah Jiwa, ajaran Sanalika lebih
menekankan pendalaman akidah dan pencerahan diri.
Setiap individu Sanalika harus meningkatkan iman dan
taqwa, taat beribadah, mendalami tauhid dengan
berzikir setiap saat. Mendekatkan dan berserah diri
kepada Sang Maha Pencipta, agar selalu mendapat
karunia dan lindungan dari Allah Swt. Dalam konteks
ini, Sanalika dapat diartikan “Saat atau Waktu”,
dimana para praktisi harus selalu bisa menghargai
waktu (Surat Al Ashr : Q.103)
Secara berangsur, komunitas Sanalika yang semula terpencar, kini sebagian besar telah terhimpun kembali. Perguruan Pencak Silat Sanalika saat ini mencoba untuk melakukan koordinasi dan inovasi. Secara proaktif dan secara bertahap berusaha meningkatkan sistem manajemen, baik organisasi maupun teknis sesuai dengan perkembangan jaman. Menciptakan kemasan dan metoda yang memiliki nilai jual dengan tetap merujuk kepada jurus-jurus dasar, tanpa meninggalkan pola aslinya dengan harapan agar seni Pencak Silat mampu bersaing dengan seni beladiri lainnya yang telah lebih dulu merebut hati penggemarnya diseluruh dunia. Mencetak kader-kader bangsa melalui seni dan olah raga Pencak Silat.
Visi : “Membentuk manusia yang berkualitas baik physik, mental maupun spiritual”.
Misi : “Mencetak manusia Pencak Silat yang memiliki kekuatan phisik, nalar dan mental”
Motto : “Wani teu kumawani, Pinter teu guminter, Panceg dina jatidiri”.
Pada akhirnya para praktisi Sanalika diharapkan menjadi Satria Pinandita, yaitu para ksatrya pemberani dengan tingkat wawasan dan keimanan yang tinggi, Insya Allah!
Informasi lebih lanjut tentang Perguruan Pencak Silat Sanalika, dapat menghubungi secara langsung maupun melalui telepon kepada :
1. Dinka Sumadipradja, Jalan Mulia Graha III No.39,
Cipaganti Graha I, Bandung – 40286, telepon
022-7563341,
2. Nandar Iskandar dan Toto Sumadipradja, Jalan Raya
Sukarame, Cipatat, Kabupaten Bandung telepon
022-6900520.
SEKILAS RIWAYAT HIDUP PENDIRI
BAPAK M. UTUK SUMADIPRADJA
Beliau lahir di Tarogong Garut tanggal 13 Mei 1897 dari ayah bernama Rd. Sastrajuda asal Talaga Kuningan dan Ibu bernama Nyi Rd. Asmirah keturunan Biru, Tarogong, Beliau mulai belajar Pencak Silat tahun 1910 dari Bapak Nata, seorang sepuh di Tarogong. Dari Bapak Nata ini beliau menerima ajaran dasar Jurus Tujuh.
Beliau lahir di Tarogong Garut tanggal 13 Mei 1897 dari ayah bernama Rd. Sastrajuda asal Talaga Kuningan dan Ibu bernama Nyi Rd. Asmirah keturunan Biru, Tarogong, Beliau mulai belajar Pencak Silat tahun 1910 dari Bapak Nata, seorang sepuh di Tarogong. Dari Bapak Nata ini beliau menerima ajaran dasar Jurus Tujuh.
Tahun 1920, ketika beliau sekolah di OSVIA Bandung, beliau berguru kepada Bapak Sukanta, pakarAliran Cimande di Nyengseret,. Tahun 1925 beliau berguru kepada Rd. Haji Tarmidi (Na’ib Cikalong Cianjur), khusus Aliran Kari. Berbekal ilmu dari ketiga guru tersebut, tahun 1926 beliau mendirikan Perguruan Pencak Silat Sanalika. ketika beliau menjabat camat Bojong Salam Banyuresmi Garut.
Tahun 1933, ketika menjabat Camat Cipatat Kabupaten Bandung, beliau berguru kepada Bapak H. Obing Ibrahim (Gan Obing) Cianjur, pakar pencak silat aliran Cikalong dan Sabandar, murid Rd. Haji Ibrahim.
Seiring dengan jabatannya sebagai seorang pamongpraja yang sering berpindah dinas, beliau mengembangkan Sanalika mulai dari daerah Garut, Ciamis, Bandung, Sukabumi sampai ke daerah Banten, khususnya ketika menjabat sebagai Wedana di Malingping, Banten Selatan.
Karir terakhir beliau tercatat sebagai Wedana Cicurug Sukabumi sekitar tahun 1940-an. Setelah pensiun, beliau menetap di Sukabumi sampai akhir hayatnya pada tahun 1957, dalam usia 60 tahun dan dimakamkan di kota ini.
Semasa hidupnya beliau sering menjalin silaturahmi dengan para tokoh pencak silat lainnya saat itu seperti Bapak Rd. Ema Bratakusumah (Bandung), Bapak H. Hasbullah (Cimande), Mama Nampon dan para pakar pencak silat lainnya.
Dari sekian banyak murid-murid generasi pertama Beliau di Garut 1926, tercatat diantaranya Bapak Ateng Karta (Bojong Salam), Bapak Iko (Pangalengan), Bapak Djaja (Cikananga). Bapak Kandi (Cipatat 1933), Bapak Ajun (Cikande 1935) dan Bapak Achmad Dimyati (Sukabumi 1940).
BAPAK M. POPO SUMADIPRADJA

Setelah Bapak Utuk wafat, putra tertuanya, Bapak M. Popo Sumadipradja, meneruskan Perguruan Pencak Silat Sanalika. Beliau lahir tanggal 12 Januari 1919 di daerah Kopo Soreang, Bandung dengan nama Mohammad Sobari. Ibunya bernama Nyi Rd. Iyar Wiarsih salah seorang puteri Kanduruan Rd. Hardjadisastra Cianjur.
Beliau mulai belajar Pencak Silat langsung dari ayahnya tahun 1930 pada usia 11 tahun. Setelah selesai sekolah tahun 1936, beliau mendampingi ayahnya menyebarkan ajaran silat Sanalika di Jawa Barat sampai ke daerah Malingping Banten Selatan.
Ketika ayahnya menjabat Wedana Cicurug Sukabumi, beliau menambah ilmunya dengan berguru kepada para pakar Pencak Silat Cianjur antara lain kepada Bapak H. Obing Ibrahim, Rd. Muhidin murid Rd. Brata (putera Rd H. Ibrahim, pendiri aliran Cikalong), Rd. Idrus dan Rd. Didi, khususnya dalam penguasaan jurus-jurus jalan tengah Cikalong.
Tahun 1955, Bapak M. Popo turut dalam team pengamanan Konfrensi Asia Afrika dan kemudian menjadi salah seorang pendiri P3S Gagak Lumayung.
Dari sekian banyak muridnya, tercatat antara lain Bapak Yayat R. Suryaatmaja (Bandung), Bapak Tarmedi (Bandung), Bapak Tjasmedi (Bandung), Bapak Aleh (Bandung) dan banyak lagi.
Semasa hidupnya beliau sering menjalin silaturahmi dengan para tokoh pencak silat lainnya saat itu seperti Bapak Rd. Ema Bratakusumah, Bapak Zainal Abidin (Ketua P3S Gagak Lumayung yang pertama) dan dengan para tokoh dan sesepuh pencak silat Cianjur.
Beliau wafat bulan Januari 2003 dalam usia 84 tahun, dimakamkan di Sukaraja Sukabumi. Sebelum wafat, beliau beramanat kepada para putera dan para murid utamanya untuk meneruskan dan mengembangkan Perguruan Pencak Silat Sanalika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar